Nama Sayyidah Nafisah tentu
sudah tidak asing lagi bagi umat Islam di Mesir ini. Mesjid beliau yang
terletak berdekatan dengan benteng Salahudin Al-Ayyubi, di Kairo. Ini
menjadi saksi betapa cintanya umat Islam kepada beliau yang setiap
tanggal 9 Jamadilakhir umat Islam akan berkumpul di perkarangan
mesjidnya untuk merayakan maulid beliau.
Tidak jauh dari mesjid
Sayyidah Nafisah, terdapat juga beberapa maqam Ahlul Bait Nabi dan ulama
yang lain antaranya Sayyidah Sukainah binti Saidina Husein, Sayyidah
Ruqayah binti Saidina Ali, bapak dari saudaranya Sayyid Muhammad
Al-Anwar dan pengarang kitab "Tafsir Mimpi" Imam Ibnu Sirin.
Sayyidah
Nafisah dikenal sebagai seorang serikandi yang berani dan terkenal
karena kehebatan ilmunya yang tinggi hingga Ia diberi gelar sebagai
“Ummul ‘Ulum” (ibu sekalian ilmu).
Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat kuat beribadah kepada Allah. Siang hari dia berpuasa
sunat
sedangkan pada malamnya Ia bertahajjud dan senantiasa menghidupkan
malam dengan berzikir dan membaca Al Quran. Sayyidah Nafisah merupakan
sosok yang zuhud dengan kehidupannya. Disamping itu Sayyidah Nafisah
sangat taatkan suaminya. Beliau sangat mematuhi perintah suami dan
melayani suaminya dengan sebaik-baiknya.
Sayyidah Nafisah Berasal Dari Keturunan Mulia
Nafisah
binti Sayyid Hasan al-Anwar bin Saidina Zaid al Abaj bin Saidina Hasan
bin Saidina Ali bin Abi Talib, menantu dari Rasulullah saw.
“Nafisah”
diambil dari kalimah "an-nafasah" yang diartikan kemuliaan atau
ketinggian sesuatu. Beliau sangat mirip dengan Ibu dari saudara sebelah
ayahnya yang bernama Sayyidah Sukainah al-Kubra binti Zaid r.anhum.
Beliau
adalah putri dari Sayyid Hasan al-Anwar yang diberi gelar “al-Anwar”
yaitu yang bercahaya, karena wajahnya yang selalu memancarkan cahaya,
ini menandakan ibadahnya yang kuat dan ikhlas kepada Allah. Beliau
dilantik oleh Khalifah Jaafar al-Mansur sebagai gabernur Madinah
al-Munawarah pada tahun 150 hijriyyah.
Sayyidah Nafisah
dilahirkan di Mekah tanggal 11 Rabiul Awal tahun 145 hijriyyah. Beliau
dibesarkan di Madinah karena ayahanya yang seorang gubernur. Sejak kecil
disamping gemar menziarahi makam Nabi saw, beliau juga suka membaca
al-Quran dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Hingga pada suatu
masa, ketika usia Sayyidah Nafisah menginjak beberapa tahun, ayahnya
membawa beliau menuju ke ruang disemayamkannya jasad Rasulullah s.a.w di
Raudah, Madinah.
Lalu ayahannya berkata, "Ya Rasulullah!
Ridhailah anak perempuanku yang aku namakan Nafisah ini." Lalu pada satu
malam ayahanya bermimpi bertemu Rasulullah saw lalu Baginda bersabda,
"Wahai Hasan! Sesungguhnya aku telah meridhai anakmu yang juga zuriatku,
Nafisah dan Allah swt juga meridhainya dengan sebab ridha aku
kepadanya".
Sayyidah Nafisah Dengan Sayyidi Ishaq al-Mu'taman
Sayyidah
Nafisah menikah dengan sepupu beliau yang merupakan keturunan dari
Sayyidina Husein, yaitu Sayyidi Ishaq al-Mu'taman bin Saidina Jaafar
As-Sodiq bin Saidina Muhammad al-Baqir bin Saidina Ali Zainal Abidin bin
Saidina Husain bin Saidina Ali, menantu dari Rasulullah saw.
Ishak
al-Mu'taman diberi gelar sebagai "al-Mu'taman" karena beliau adalah
seorang yang sangat amanah dan kuat imannya. Beliau merupakan kakak
kandung Sayyidah Aisyah (merupakan ahlul bait yang juga dikebumikan di
bumi Mesir). Awalnya Sayyidi Ishaq al-Mu'taman datang melamar kepada
ayah sayyidah Nafisah yaitu Sayyidi Hasan al-Anwar. Setelah ayahnya
menyampaikan kepada Sayyidah Nafisah, Sayyidah Nafisah menolak. Ia tidak
bermaksud untuk menikah dengan siapapun, karena khawatir dengan menikah
'hubungan mesra' nya dengan Allah menjadi terganggu.
Akhirnya
Ishak al-Mu'taman segera berangkat ke Madinah. Ia lalu berziarah ke
makam Rasulullah saw, dan menyampaikan kepada Rasulullah saw bahwasannya
ia bermaksud menikahi Sayyidah Nafisah. Akhirnya Hasan al-Anwar, ayah
dari Sayyidah Nafisah, bermimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya
itu, Rasulullah saw meminta agar Hasan al Anwar menikahkan putrinya
Sayyidah Nafisah dengan Ishak al-Mu'taman.
Akhirnya mimpinya itu
disampaikan kepada Sayyidah Nafisah. Begitu mendengar bahwa Rasulullah
saw yang memintanya, akhirnya Sayyidah Nafisah pun mau untuk dinikahkan
dengan Ishak al-Mu'tamin.
Tatkala Sayyid Hasan Al-Anwar
meninggalkan jabatannya sebagai gubernur Madinah, ia pun diganti oleh
menantunya Sayyid Ishaq Al-Mu'taman sebagai gubernur khilafah Abbasiyah.
Beliau menikah pada hari Jumaat 5 Rajab tahun 161 hijriyyah dan
dikaruniai putra putri bernama Qasim dan Ummu Kulthum.
Ketaatan Sayyidah Nafisah Dalam Beribadah
Sayyidah
Nafisah dikenal sebagai sosok yang gemar sekali membaca al-Quran, Ia
juga kuat berpuasa sunat di siang hari, tidak pernah lepas dari shalat
tahajud pada malamnya. Diriwayatkan oleh Sayyidah Zainab binti Sayyid
Yahya yang juga puteri dari saudaranya, beliau berkata,
“Aku
telah berkhidmat kepada Ibu saudaraku (Saudara sebelah ayah), Sayyidah
Nafisah selama 40 tahun. Aku tidak pernah lagi melihat Sayyidah Nafisah
tidur pada siang dan malam kecuali karena darurat (terpaksa), kerana
sibuk dengan ibadah. Beliau juga sentiasa berpuasa kecuali dua hari raya
dan hari tasyriq. Lalu aku bertanya kepadanya, “Wahai Ibu saudaraku!
Tidakkah kau berasa lelah dan mengaasihani tubuhmu?”
Lantas
beliau berkata, “Bagaimana aku mampu mengasihani diriku sedangkan
dihadapanku azab Allah sedang menanti. Tiada siapapun yang dapat
mengelak daripadanya kecuali orang-orang yang beruntung.”
Diriwayatkan
Sayyidah Nafisah telah melaksanakan haji sebanyak 30 kali dan beliau
pergi dengan berjalan kaki. Beliau selalu berdoa sambil menangis di sisi
Kabah “Tuhan ku! Penciptaku! Penolongku! Berikanlah kegembiraan
kepadaku dengan ridha-Mu kepadaku. Janganlah diriku ini menjadi sebab
penghalang (hijab) antara Kau dan aku. Tuhanku! Permudahkanlah aku
menziarahi kubur kekasih-Mu, Ibrahim (yaitu Mekah)”.
Ia pun
dikenal dengan kedermawanannya, kasih sayangnya pada kaum miskin dan
anak-anak yatim. Dalam sebuah kisah pernah diceritakan, satu ketika
beliau menerima uang sebanyak 1000 dirham dari raja untuk keperluan
dirinya, sebagai tanda syukur dan pertaubatan Sang raja kepada Allah.
Uang hadiah dari raja itu sedikit pun tidak diambil oleh Sayyidah
Nafisah untuk kepentingan dirinya. Semuanya Ia sedekahkan untuk
orang-orang miskin, anak yatim, dan orang tua yang jompo. Demikianlah
betapa dermawannya sayyidah Nafisah terhadap fakir miskin.
Hijrahnya Sayyidah Nafisah Dari Madinah ke Mesir
Pada
hari yang kesepuluh di akhir bulan Ramadhan tahun 193 hijriyyah
Sayyidah Nafisah yang ketika itu berusia 48 tahun pindah ke Mesir
bersama suami, ayah dan kedua anaknya. Dengan maksud menziarahi ahli
keluarga Rasulullah saw yang lain di Mesir. Setelah menziarahi Mekah dan
Baitulmaqdis, mereka tiba di Mesir dengan disambut meriah oleh penduduk
Mesir termasuk para pembesar negara ketika itu.
Penduduk Mesir
dari berbagai pelosok negeri berdatangan ke tempatnya untuk mengunjungi
dan mengambil berkah darinya. Tetapi semakin lama Sayyidah Nafisah
merasa khawatir, hal itu akan menyulitkan pemilik rumah juga akan
mengganggu kegiatan ibadahnya.
As-Sirri bin al-Hakam kemudian
mendatangi Sayyidah Nafisah. Kepada as-Sirri, Sayyidah Nafisah berkata,
Dulu, saya memang ingin tinggal di tempat kalian, tetapi aku ini seorang
wanita yang lemah. Orang-orang yang mengunjungiku sangat banyak,
sehingga menyulitkanku untuk melaksanakan wirid dan mengumpulkan bekal
untuk akhiratku. Lagi pula, rumah ini sempit untuk orang sebanyak itu.
Selain itu, aku sangat rindu untuk pergi ke raudhah datukku, Rasulullah
Saw."
Maka as-Sirri menanggapinya, "Wahai putri Rasulullah, aku
jamin bahwa apa yang engkau keluhkan ini akan dihilangkan. Sedangkan
mengenai masalah sempitnya rumah ini, maka aku memiliki sebuah rumah
yang luas di Darb as-Siba' Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku
memberikan itu kepadamu. Aku harap engkau mau menerimanya dan tidak
membuatku malu dengan menolaknya."
Setelah lama terdiam, Sayyidah
Nafisah berkata, 'Ya, saya menerimanya." Kemudian ia Mengatakan, Wahai
Sirri, apa yang dapat aku perbuat terhadap jumlah orang yang banyak dan
rombongan yang terus berdatangan? “Engkau dapat membuat kesepakatan
dengan mereka bahwa waktu untuk pengunjung adalah dua hari dalam
seminggu. Sedangkan hari-hari lain dapat engkau pergunakan untuk
ibadahmu, jadikanlah hari Rabu dan Sabtu untuk mereka," kata as-Sirri
lagi. Sayyidah Nafisah menerima tawaran itu. Ia pun pindah ke rumah yang
telah diberikan untuknya dan mengkhususkan waktu untuk kunjungan pada
hari Rabu dan Sabtu setiap minggu.
Kecintaannya beliau kepada
Mesir dan penduduknya amatlah tinggi. Beliau pernah berkata,
“Sesungguhnya aku amat menyayangi penduduk Mesir. Aku bercita-cita untuk
dikuburkan di sini. Allah memuliakan Mesir dengan menyebutnya dalam
al-Quran sebagaimana disebutnya Mekah.” (dirujuk dari kitab Ad-Durr
An-Nafisah oleh Syeikh Ramadhan Abdu Rabbuhu Asfur r.anhu)
Beberapa Karamah Sayyidah Nafisah
Semasa
di Mesir beberapa karamah pernah terjadi dengan izin Allah swt, karena
telah memuliakan hamba-Nya. Dikisahkan Sayyidah Nafisah tinggal
bertetangga dengan satu keluarga yahudi dan memiliki anak perempuan yang
lumpuh. Pada suatu hari, ibu si gadis ingin pergi untuk suatu
keperluan. Maka ia tinggalkan anaknya di tempat Sayyidah Nafisah. Ia
meletakkan anaknya pada salah satu tiang dari rumah Sayyidah Nafisah.
Ketika Sayyidah Nafisah berwudlu, air wudlunya jatuh ke tempat gadis
Yahudi yang lumpuh itu. Tiba-tiba Allah memberikan ilham kepada gadis
Yahudi itu agar mengambil air wudlu tersebut sedikit dengan tangannya
dan membasuh kedua kakinya dengan air itu. Maka dengan izin Allah, anak
itu dapat berdiri dan lumpuhnya hilang. Saat itu terjadi, Sayyidah
Nafisah sudah sibuk dengan salatnya. Ketika anak itu tahu ibunya telah
kembali dari pasar, ia pun mendatanginya dengan berlari dan mengisahkan
apa yang telah terjadi.
Maka menangislah si ibu karena sangat
gembiranya, lalu berkata, "Tidak ragu lagi, agama Sayyidah Nafisah yang
mulia itu sungguh-sungguh agama yang benar!" Kemudian ia masuk ke tempat
Sayyidah Nafisah untuk menciumnya. Lalu ia mengucapkan kalimat syahadat
dengan ikhlas karena Allah. Kemudian datang ayah si gadis yang bernama
Ayub Abu as-Saraya, yang merupakan seorang tokoh Yahudi. Ketika ia
melihat anak gadisnya telah sembuh, dan mengetahui sebab sembuhnya maka
ia mengangkat tangannya ke langit dan berkata, "Maha Suci Engkau yang
memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki dan menyesatkan
orang yang Engkau kehendaki. Demi Allah, inilah agama yang benar".
Kemudian
ia menuju rumah Sayyidah Nafisah dan meminta izin untuk masuk. Sayyidah
Nafisah mengizinkanya. Ayah si gadis itu berbicara, kepadanya dari
balik tirai. Ia berterima kasih kepada Sayyidah Nafisah dan menyatakan
masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat. Kisah itu kemudian
menjadi sebab masuk Islamnya sekelompok Yahudi yang lain yang tinggal
bertetangga dengannya.
Sejak itu, semakin berduyun-duyun
pengunjung menziarahi Sayyidah Nafisah untuk meminta doa dan berkah
kepada beliau. Hingga karena hal itu lah suaminya bermaksud untuk
kembali ke Madinah. Lalu Sayyidah Nafisah berkata, “Aku tidak boleh
berbuat demikian kerana aku melihat Rasululah saw dalam mimpi
bersabda,“Jangan tinggalkan Mesir kerana Allah akan mematikan kamu di
sana”.
Diriwayatkan oleh al-Azhari dalam kitab al-Kawakib
as-Sayyarah: Ada seorang wanita tua yang memiliki empat anak gadis.
Mereka dari minggu ke minggu makan dari hasil tenunan wanita itu.
Sepanjang waktu ia membawa tenunan yang dihasilkannya ke pasar untuk
dijualnya; setengah hasilnya digunakannya membeli bahan untuk ditenun
sedangkan setengah sisanya digunakan untuk biaya makan minum mereka.
Suatu ketika, wanita itu membawa tenunannya yang ditutupi kain yang
sudah lusuh berwarna merah ke pasar sebagaimana biasanya. Tiba-tiba
seekor burung merusaknya dan menyambar kain itu beserta isinya yang
merupakan hasil usahanya selama seminggu. Menyadari musibah yang
menimpanya, wanita itu pun jatuh pingsan.
Ketika sadar, ia duduk
sambil menangis. Ia berpikir bagaimana akan memberi makan anak-anak
yatimnya. Orang-orang kemudian memberikan petunjuk kepadanya agar
menemui Sayyidah Nafisah. Ia pun pergi ke tempat Sayyidah Nafisah dan
menceritakan kejadian yang menimpa dirinya seraya meminta doa kepadanya.
Sayyidah Nafisah lalu berdoa, "Wahai Allah, wahai Yang Maha Tinggi dan
Maha Memiliki, gantikanlah untuk hamba-Mu ini apa yang telah rusak.
Karena, mereka adalah makhluk-Mu dan tanggungan-Mu. Sesungguhnya Engkau
Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Kemudian ia berkata kepada wanita
tua itu, "Duduklah, sesungguhnva Allah Maha Berkuasa atas segala
sesuatu." Maka duduklah wanita itu menantikan kelapangan atas
musibahnya, sementara hatinya terus menangisi anak-anaknya yang masih
kecil.
Tidak berapa lama kemudian, datanglah sekelompok orang
menemui Sayyidah Nafisah. Kemudian mereka berkata kepadanya, "Kami
mengalami kejadian yang aneh." Berceritalah mereka kepadanya tentang apa
yang mereka alami. Mereka sedang mengadakan perjalanan di laut ketika
tiba-tiba terjadi kebocoran dan perahu itu nyaris tenggelam. Tiba-tiba
datang seekor burung yang menempelkan kain merah berisi tenunan di
lobang itu sehingga lobang tersebut tersumbat dengan izin Allah. Sebagai
tanda syukur kepada Allah, mereka memberikan lima ratus dinar kepada
Sayyidah Nafisah. Maka menangislah Sayyidah Nafisah, seraya mengatakan,
Tuhanku, Penolongku, alangkah kasih dan sayangnya Engkau kepada
hamba-hamba-Mu!"
Sayyidah Nafisah segera mendatangi wanita tua
tadi dan bertanya kepadanya berapa ia menjual tenunannya. "Dua puluh
dirham," jawabnya. Sayyidah Nafisah memberinya lima ratus dinar. Wanita
itu mengambil uang tersebut, lalu pulang ke rumahnya. Kepada
putri-putrinya, ia menceritakan kejadian yang ia alami. Mereka semua
datang menemui Sayyidah Nafisah serta mengambil berkah darinya seraya
menawarkan diri untuk menjadi pelayannya.
Sayyidah Nafisah Adalah Guru Imam Syafi'i
Imam
Syafi'i r.anhu, Imam mazhab Fiqh yang masyhur sempat hidup sezaman
dengan Sayyidah Nafisah. Sayyidah Nafisah menjalani kehidupan di Mesir
selama 15 tahun yaitu dari 26 Ramadhan tahun 193 hijrah hingga 15
Ramadhan tahun 208 hijrah. Imam Syafi’i kerap menziarahi beliau. Ini
sebagai tanda mulia dan kasihnya Imam Syafi’i kepada ahli keluarga Nabi.
Selain ziarah, Imam Syafi’i juga turut mendengar bacaan hadits daripada
Sayyidah Nafisah dan beliau juga membaca hadits kepada Sayyidah
Nafisah.
Ketika Imam Syafi’i datang ke Mesir, ia telah menjalin
hubungan dengan Sayyidah Nafisah. Hubungan keduanya diikat oleh
keinginan untuk berkhidmat kepada akidah Islam. Imam Syafi’i biasa
mengunjungi Sayyidah Nafisah bersama beberapa orang muridnya ketika
berangkat menuju halaqah-halaqah pelajarannya di sebuah masjid di
Fusthath, yaitu Mesjid 'Amr bin al-'Ash.
Imam Syafi’i biasa
melakukan salat Tarawih dengan Sayyidah Nafisah di mesjid Sayyidah
Nafisah. Walaupun Imam Syafi'i memiliki kedudukan yang agung, tetapi
jika ia pergi ke tempat Sayyidah Nafisah, ia meminta do’a kepada Nafisah
dan mengharap berkahnya. Imam Syafi'i juga mendengarkan hadist darinya.
Apabila sakit, Imam Syafi’i mengutus muridnya sebagai penggantinya.
Utusan itu menyampaikan salam Imam Syafi'i dan berkata kepada Sayyidah
Nafisah, "Sesungguhnya putra pamanmu, Syafi'i, sedang sakit dan meminta
doa kepadamu." Sayyidah Nafisah lalu mengangkat tangannya ke langit dan
mendoakan kesembuhan untuknya. Maka ketika utusan itu kembali, Imam
Syafi’i telah sembuh.
Suatu hari, Imam Syafi’i menderita sakit.
Seperti biasanya, ia mengirim utusan untuk memintakan doa dari Sayyidah
Nafisah baginya. Tetapi kali ini Sayidah Nafisah berkata kepada utusan
itu, "Allah membaguskan perjumpaan-Nya dengannya dan memberinya nikmat
dapat memandang wajah-Nya yang mulia." Ketika utusan itu kembali dan
mengabarkan apa yang dikatakan Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i tahu bahwa
saat perjumpaan dengan Tuhannya telah dekat. Imam Syafi’i berwasiat
agar Sayyidah Nafisah mau menyalatkan jenazahnya bila ia wafat. Ketika
Imam Syafi’i wafat pada akhir Rajab tahun 204 H, Sayyidah Nafisah
melaksanakan wasiatnya. Jenazah Imam Syafi’i dibawa dari rumahnya di
kota Fusthath ke rumah Sayyidah Nafisah, dan di situ ia menyalatkannya.
Yang menjadi Imam adalah Abu Ya'qub al Buwaithi, salah seorang sahabat
Imam Syafi’i.
Wafatnya Imam Syafi’i, membawa kesedihan bagi
Sayyidah Nafisah. Ia senantiasa berdoa untuk Imam Syafi'i,” Semoga Allah
merahmatinya, dan dia (imam Syafi'i) adalah seorang yang mempercantik
wudlu”. Ini adalah sebagai kesaksian dari Sayyidah Nafisah kerena wudu
adalah pondasi melakukan ibadah. Apabila baik dasarnya maka baik pula
ibadah yang dibina padanya seolah-olah beliau berkata, “Imam Syafi’i itu
elok pada ijtihadnya.”
Sayyidah Nafisah Menghembuskan Nafas Terakhir
Ketika
Sayyidah Nafisah mulai merasakan sakit, Beliau pun mulai menggali kubur
dalam kamarnya. Di saat-saat terakhir usianya, beliau sering turun dan
beribadah dalam liang lahat yang ia gali sendiri dengan memperbanyak
shalat sunat dan membaca al-Quran.
Al-Allamah Al-Ajhauri berkata,
“Adalah Sayyidah Nafisah membaca al-Quran dan mengkhatamnya dalam
kuburnya sebanyak 6,000 kali dan beliau menghadiahkan pahalanya kepada
seluruh umat Islam yang telah meninggal dunia.”
Sakit yang
menimpanya semakin parah pada pertengahan bulan Ramadhan di tahun 208 H
dan ketika itu ia tengah berpuasa, maka orang-orang yang datang
menjenguk menyarankan agar beliau berbuka puasa untuk meringankan sakit
yang Ia dihadapi. Mendengar hal tersebut beliau pun berkata,
“Sungguh
aneh. Aku berpuasa 30 tahun dan aku berdoa kepada Allah agar mewafatkan
aku dalam keadaan berpuasa tiba-tiba aku diminta berbuka?”.
Sakit
yang ia derita berlarut hingga hari Jumat hari ke-15 Ramadhan ditahum
208 H. Dalam sakitnya saat itu, mulut beliau masih mampu membaca
al-Quran sampai pada ayat ke-127 dari Surat al-An’am
“Bagi mereka
(disediakan) tempat yang damai dan aman yaitu syurga di sisi Tuhannya.
Dan Dialah pelindung mereka karena amal kebajikan yang mereka kerjakan
di dunia dahulu.”
Ketika selesai membaca ayat ini, sunyi seketika
rumah beliau diikuti tangisan dan doa sekalian manusia yang hadir
mengiringi roh beliau yang baru dijemput mengadap Allah.
Sayyidah Nafisah Di Semayamkan Di Mesir
Setelah
wafatnya Sayyidah Nafisah, suaminya Ishaq al-Mu’taman berencana untuk
membawa kembali jasad Sayyidah Nafisah ke Madinah untuk dikebumikan
bersama-sama ahli keluarganya yang lain. Tetapi, penduduk Mesir tidak
menyetujui rencana Ishaq al-Mu'taman dan meminta agar Sayyidah Nafisah
disemayamkan di Mesir di dalam kubur yang telah digali dengan tangan
beliau sendiri. Sempat terjadi perbedaan pendapat antara pihak keluarga
Sayyidah Nafisah dengan penduduk Mesir. Pada akhirnya penduduk Mesir
memutuskan untuk mengadukan permasalahan ini kepada Ubaidillah bin
as-Sura, gubernur Mesir ketika itu agar dapat menangani masalah ini
dengan baik.
Kemudian dikumpulkanlah harta-harta dari penduduk
Mesir untuk diberikan kepada keluarga Sayyidah Nafisah agar hasrat untuk
mengembalikan Sayyidah Nafisah ke Madinah dibatalkan. Pada
malamnya,suaminya telah bermimpi bertemu Rasulullah saw dan Baginda
bersabda kepada Ishaq,” Wahai Ishaq! Kembalikan harta manusia (penduduk
Mesir) kepada mereka dan semadikan Nafisah di sisi mereka kerana rahmat
diturunkan kepada mereka dengan berkat Nafisah.”
Keesokannya,
Sayyid Ishaq pun menyampaikan mimpinya kepada penduduk Mesir. Dengan
penuh gembira dan syukur kepada Allah, jasad Sayyidah Nafisah pada
akhirnya dikebumikan di Mesir di dalam kubur yang telah ia gali sendiri
menjelang wafatnya. Kini kuburan berada didalam mesjid yang namanya
dinisbahkan atas nama beliau yaitu “Mesjid Sayyidah Nafisah”.
Setelah itu, suaminya bersama dua lagi anaknya kembali ke Madinah dan meninggal dunia di sana.
Wallahu 'alam bis shawab.
sekian
tulisan dari saya yang fakir ini, dengan mengambil dari beberapa
sumber, semoga menjadi berkah buat kita semua AAMIIN ALLAHUMMA AAMIIN , ,
,
Alfateha , , , ,
wassalam